Pengusiran Abu Nawas

Baginda Harun al-Rasyid gemar mengartikan mimpi-mimpinya. Biasanya ia bertanya pada Abu Nawas yang pandai dalam menafsirkan mimpi. Namun, mimpi buruk yang dialami Baginda semalam membuat nasib Abu Nawas di ujung tanduk. Dengan jelas Baginda mengatakan bahwa Abu harus meninggalkan Bagdad.

Baginda mengatakan padanya : “Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua yang mengenakan jubah putih. Ia berkata bahwa negeri ini akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. Ia harus diusir dari negeri ini sebab ia membawa kesialan. Ia boleh kembali ke negerinya dengan syarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain.”

Tidak ada yang bisa dilakukan Abu Nawas kecuali pergi dari negerinya. Segala upaya yang dilakukannya untuk meyakinkan Baginda bahwa ia tidak harus meyakini mimpinya itu tidak membuahkan hasil sedikitpun. Baginda amat percaya pada mimpi, ia pun meyakinkan Abu bahwa lebih baik kehilangan satu orang dari pada kehilangan seluruh rakyatnya. Dengan berat hati dan sedih yang amat sangat, Abu meninggalkan kampung halamannya. Istri Abu hanya mengiringi kepergian suaminya dengan linangan air mata.

 
Selama dua hari perjalanan, Abu mengendarai keledainya dengan bekal yang dibawanya mulai menipis. Dalam perjalanannya, Abu terus berkeyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan menolongnya. Itu sebabnya, ia tidak terlalu larut dalam kesedihan. Setelah beberapa lama meninggalkan negerinya, dan kini sudah tinggal di negeri orang, Abu mulai dengan kegiatannya yang baru; mencari makan dan tetap mendekatkan diri pada Alloh SWT. Lama-kelamaan, rasa rindunya pada kampung halaman tak tertahankan. Terutama pada keluarganya yang tidak diketahui bagaimana keadaannya kini.

Abu pun mulai berkeinginan untuk kembali ke negerinya. Namun, bila teringat akan mimpi baginda, dan nasib rakyatnya bila ia datang, membuat Abu berpikir keras. Ia tahu bahwa nasib negerinya berada di tangan Alloh, namun kepercayaan Baginda akan mimpi dapat membuatnya berada di tiang gantung. Sebab bila raja bertitah tidak ada yang berani untuk menolaknya.

Suatu hari, setelah sekian lama bermunajat kepada Alloh SWT, Abu akhirnya mendapat jawaban. Pada hari ke-sembilan belas setelah kepergian, Abu tiba di negerinya. Kegemparan terjadi. Sebagian besar penduduk bergembira dengan kepulangan Abu. Mereka senang bahwa penasehat bijak yang mereka cintai kembali, namun kedukaan pun merayap, bagaimana bila hal itu diketahui Baginda?

Kekhawatiran rakyat terjadi. Kabar kepulangan Abu akhirnya sampai ke telinga Baginda. Tak bisa dipungkiri, Baginda pun menyambut gembira, namun dalam suasana berbeda. Kalau rakyat senang dengan kedatangan Abu, Baginda senang bahwa kali ini Abu tidak dapat mengelak dari hukuman. Akhirnya Abu yang panjang akal, kini tidak bisa berkutik. Ya, sejak dahulu, Baginda selalu berupaya untuk menghukum Abu Nawas karena tindakannya membantah Sang Raja. Namun, hukuman itu tidak pernah bisa dilaksanakan karena kecerdikan Abu dalam menjawab semua persoalan yang diberikan Baginda.

Tapi, kali ini Abu tidak dapat menghindarinya. Demikianlah pikir Baginda.

Dengan wajah senang, Baginda pun datang menemui Abu seraya menyiapkan pasukannya untuk membawa Abu ke meja hijau. Wajah Baginda pucat, terpukul dan kecewa dengan apa yang dilihatnya. Di depan matanya, Baginda melihat Abu Nawaspulang dengan bergelayut di bawah perut keledai. Sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh Baginda. Akhirnya Abu Nawas terlepas dari sanksi hukuman yang akan dijatuhkan padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...