Muhammad |
Riwayat Nabi Muhammad S.A.W bermula 14 abad yang lalu di sebuah kota kecil. Kota itu panas dan tandus di suatu Jazirah kawasan Timur Tengah yang terkenal karena padang pasirnya yang luas. Selain ketandusannya, wilayah itu dipenuhi dengan para penyembah berhala, baik berhala batu maupun kayu yang tidak dapat berbuat apa-apa. Disana juga disana terdapat sebuah bangunan berbentuk kubus hitam yang dikelilingi oleh berhala-berhala. Tidak tanggung-tanggung, menurut beberapa riwayat jumlah berhalanya bagaikan jumlah sudut suatu lingkaran yakni mencapai 360 buah.
Kota itu tidak begitu terkenal di masa sebelum abad ke-7 Masehi. Umumnya yang melintasi wilayah tersebut adalah para pedagang, para petualang, dan pelarian-pelarian dari Persia maupun Rumawi. Jadi, tidak mengherankan kalau kota kecil di Jazirah Arabia yang kelak bernama Mekkah itu merupakan tempat dimana terjadi pertemuan berbagai jenis manusia, tempat dimana perbuatan buruk dan haram, perampokan, pembunuhan bayi, minum-minuman keras, dan yang memusnahkan segala kebajikan dan moral berada. Saat itu masyarakat jazirah Arabia dalam situasi kemerosotan yang luar biasa. Zaman ketika hal itu terjadi seringkali disebut sebagai zaman jahiliyyah atau ada pula yang menyebutnya abad kegelapan.
Kota itu tidak begitu terkenal di masa sebelum abad ke-7 Masehi. Umumnya yang melintasi wilayah tersebut adalah para pedagang, para petualang, dan pelarian-pelarian dari Persia maupun Rumawi. Jadi, tidak mengherankan kalau kota kecil di Jazirah Arabia yang kelak bernama Mekkah itu merupakan tempat dimana terjadi pertemuan berbagai jenis manusia, tempat dimana perbuatan buruk dan haram, perampokan, pembunuhan bayi, minum-minuman keras, dan yang memusnahkan segala kebajikan dan moral berada. Saat itu masyarakat jazirah Arabia dalam situasi kemerosotan yang luar biasa. Zaman ketika hal itu terjadi seringkali disebut sebagai zaman jahiliyyah atau ada pula yang menyebutnya abad kegelapan.
Jazirah Arab |
Situasi kegelapan itu tidak hanya terjadi di Arabia. Saat itu, setidaknya sejak sekitar awal abad ke-6, hampir seluruh dunia di selimuti kegelapan. Tidak banyak yang tahu apa yang menyebabkan kegelapan itu terjadi. Baru sekitar abad ke-20 saja kita menduga kalau kegelapan itu dimulai tidak lama setelah gunung Rakata atau Krakatau meletus di tahun 535 Masehi.
Namun, kegelapan masa itu bukan hanya karena disebabkan oleh letusan gunung Krakatau di selat Sunda, tetapi juga kegelapan akal pikiran dan hati umat manusia yang telah merosot akhlaknya. Di Arabia dan berbagai belahan dunia umat manusia umumnya terpecah belah. Manusia hidup berkelompok-kelompok dan saling bermusuhan diantara sesama mereka.
Di Jazirah Arab yang tandus, manusia hidup terpecah-pecah menjadi kabilah-kabilah (bani/kaum). Tidak ada persatuan dan pedoman yang sahih untuk menjadi manusia yang berakhlak mulia sebelum lahir sosok monumental yang mengubah sejarah umat manusia di Planet Bumi. Ialah yang kemudian dikenal sebagai Nabi Muhammad S.A.W.
Bab I. Kelahiran & Kehidupan Nabi
Nabi Muhammad S.A.W muncul disaat yang kritis dalam kehidupan umat manusia. Ia bagaikan sebuah lentera di langit malam, bagaikan bintang yang cemerlang pada malam yang gelap gulita. Sinarnya yang terang membuat malam menjadi terang benderang. Namun, beliau bukan bintang yang biasa. Tapi maha bintang yang sangat luar biasa, yang cahayanya mampu menembus lubuk hati manusia. Bahkan matahari di siang haripun malu menampakkan sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang terlahirkan ke muka bumi, ialah cahaya dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia dikenal dengan Nama Muhammad.
Menurut sejarawan, “Muhammad” yang artinya “dia yang terpuji” tepat terlahir di kota Mekkah tanggal 12 Rabiul Awwal (17 Rabiul awwal menurut mazhab Syiah) 570 M atau sering disebut tanggal 20 April 570 M dan meninggal 8 Juni 632 M di Madinah. Namun, Cahaya Muhammad (Nur Muhammad) sebagai penerang umat manusia tak pernah padam walaupun 14 abad telah berlalu. Riwayat hidupnya telah diceritakan dengan jutaan kata-kata oleh para pemeluknya, maupun oleh para ahli sejarah non-muslim (Orientalis). Baik kata-kata tertulis menjadi sebuah buku maupun tidak tertulis.
Menurut sejarawan, “Muhammad” yang artinya “dia yang terpuji” tepat terlahir di kota Mekkah tanggal 12 Rabiul Awwal (17 Rabiul awwal menurut mazhab Syiah) 570 M atau sering disebut tanggal 20 April 570 M dan meninggal 8 Juni 632 M di Madinah. Namun, Cahaya Muhammad (Nur Muhammad) sebagai penerang umat manusia tak pernah padam walaupun 14 abad telah berlalu. Riwayat hidupnya telah diceritakan dengan jutaan kata-kata oleh para pemeluknya, maupun oleh para ahli sejarah non-muslim (Orientalis). Baik kata-kata tertulis menjadi sebuah buku maupun tidak tertulis.
jalur dagang dari Mediterania ke Nusantara |
Dalam sejarah modern, seorang penulis Barat yaitu Michael H. Hart, dalam bukunya “The 100” yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “100 tokoh yang mempengaruhi dunia”, menetapkan Nabi Muhammad S.A.W sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Michael H. Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin suku-suku bangsa Arab yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran. Sedangkan, kedudukan nomor 2 di buku Michael H. Hart ditempati oleh tokoh ilmuwan legendaris, terkenal penemu rumus gravitasi, yaitu Sir Isaac Newton dari Inggris.
Nabi Muhammad SAW memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid yaitu Nabi Ibrahim a.s melalui anaknya Ismail a.s, yang dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-perbuatan mensekutukan Tuhan. Peristiwa kelahiran Sang Nabi yang menjadi Rahmat bagi Semua Alam dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang luarbiasa.
Nabi Muhammad SAW memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid yaitu Nabi Ibrahim a.s melalui anaknya Ismail a.s, yang dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-perbuatan mensekutukan Tuhan. Peristiwa kelahiran Sang Nabi yang menjadi Rahmat bagi Semua Alam dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang luarbiasa.
Menurut beberapa riwayat, kelahiran Nabi Muhammad dimulai dengan peristiwa padamnya api abadi di kerajaan Persia. Lantas, hancur juga sesembahan batu berhala di sana. Di kota Mekkah, kota dimana Sang Nabi dilahirkan, pasukan bergajah Abrahah yang berniat menghancurkan Kabah mengalami kehancuran. Niatnya untuk memasuki dan menguasai kota Mekkah mengalami kegagalan karena sebab-sebab yang seringkali dikaitkan dengan adanya burung-burung pembawa batu api. Burung-burung itu disebut burung Thoiron Ababil yang tiba-tiba muncul. Kemunculan burung misterius itu seolah-olah balatentara Allah S.W.T yang menghancurkan musuh-musuh-Nya.
Tidak banyak orang yang tahu apa sebenarnya burung Thoiron Ababil itu. Beberapa peneliti sejarah Arab modern menyebutkannya sebagai munculnya penyakit menular yang sangat mematikan semisal cacar atau influenza seperti flu burung atau H5N1. Namun ada pula yang menganggapnya memang berupa burung yang membawa batu api yang menghancurkan kawanan pasukan bergajah itu. Yang jelas, Al Qur’an kemudian mengabadikan peristiwa tersebut dalam surat Al Fiil (QS 105). Karena itu, tahun saat Nabi Muhammad S.A.W dilahirkan kemudian sering disebut tahun Gajah. Kota Mekkah, tempat dimana Ka’bah berada, kelak di kemudian hari menjadi kiblat bagi Umat Muhammad sampai akhir zaman.
Ayah Nabi bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kakeknya bernama Abdul Mutholib. Kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang mulia yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim a.s. Abdullah lahir kedunia hanya untuk membawa Nur Muhammad, Cahaya Terpuji dan meletakkannya ke dalam rahim istrinya yaitu Aminah. Saat masa kelahiran Nabi, ayahanda Nabi adalah seorang pedagang. Aminah saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia paling berpengaruh di dunia. Setelah lama kepergian sang suami karena berdagang, Aminah sering merasakan kesepian yang amat dalam. Meskipun begitu, Abdullah suaminya selalu berkirim surat. Namun pada saat, tidak seperti biasanya tidak ada kabar dan surat dari suaminya. Begitu riang hatinya ketika akhirnya ia mendengar kabar rombongan dagang suaminya pulang.
Tapi mendadak ia amat terkejut, ketika rombongan kafilah dagang suaminya datang ia tidak melihat sosok Abdullah diantara mereka. Kemudian, datanglah seseorang dari rombongan tersebut yang menyampaikan berita duka kepada Aminah bahwa suaminya telah meninggal. Mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata kata ini kepada wanita ini. Ia tidak sanggup mengutarakannya. Namun akhirnya terucap juga bahwa sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di Abwa.
Aminah begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini. Ia tak sanggup menahan tangisnya. Karena berduka, Aminah pun menangis meluapkan kesedihannya dan tidak bernafsu makan selama beberapa hari. Seolah-olah telah hilang sebagian semangatnya, belahan hatinya. Namun ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita datang dan berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik baik. Ia berulang kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa a.s). Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata :
“Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik baik hingga kelahirannya.”
Abdullah, ayahanda Nabi Muhammad S.A.W. wafat dalam usia 20 tahun (riwayat lain ada yang mengatakannya 17 tahun). Nabi saat itu masih berada dalam kandungan ibundanya. Beberapa tahun kemudian, setelah usia Nabi yang waktu kecil diberi nama Ahmad menginjak 6 tahun, Aminah ibunda Nabi Muhammad wafat juga menyusul suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh kakeknya Abdul Mutholib. Tapi, belum lagi hilang duka setelah ditinggal Sang Bunda, ia pun harus kehilangan kakeknya ketika umurnya belum lagi menginjak delapan tahun. Setelah kepergian sang kakek, Nabi Muhammad diasuh oleh pamannya Abu Tholib.
Pemandu umat manusia selalu saja dipilihkan oleh Allah SWT untuk memiliki pengalaman hidup sebagai seorang gembala. Nabi-nabi Bani Israel umumnya juga berasal dari kalangan gembala. Melalui profesi sebagai gembala inilah Nabi Muhammad SAW mengarungi beberapa waktu kehidupannya untuk kelak menjadi gembala yang lebih besar yaitu menjadi pembimbing Umat Manusia sedunia. Jadi, sejak kecil Nabi Muhammad sebenarnya sudah dididik oleh Allah SWT untuk menjadi pemimpin manusia yang memberikan rahmat. Ini merupakan keputusan Allah SWT baginya yang telah memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting bagi orang yang akan berjuang melawan nafsunya sendiri, maupun orang-orang yang berpikiran sempit dan picik sampai-sampai mereka menyembah aneka batu dan pohon, bahkan tidak jarang mempertuhankan manusia.
Allah SWT mendidiknya dengan penuh rahmat sejak kecil sehingga menjadikannya kuat menghadapi segala cobaan hidup dan tidak mudah menyerah kepada apapun kecuali hanya berserah kepada keputusan Allah SWT saja setelah daya upayanya dengan akal pikiran dan perbuatan dilakukan dengan cara yang benar. Berserah diri setelah berjuang keras lahir dan batin kelak akan menjadikan Nabi Muhammad SAW semakin harum namanya sebagai penegak Islam (berasal dari kata Aslim dam QS 2:131, atau berserah diri, atau seringkali juga diartikan sebagai jalan damai), pemurni ajaran Tauhid Nabi Ibrahim a.s, Islam sebagai suatu adab di hadapan Allah SWT, sebagai suatu gaya hidup (life style), maupun Islam sebagai suatu agama yang mengikat manusia pada aturan-aturan suci yang dapat memuliakan akhlaknya yang tercela menjadi mulia.
Ada penulis sirah (sejarah) yang mengutip kalimat Nabi berikut ini,
“Semua Nabi pernah menjadi gembala sebelum beroleh jabatan kerasulan. Orang bertanya kepada Nabi Apakah Anda juga pernah menjadi gembala? Beliau menjawab, Ya. Selama beberapa waktu saya menggembalakan domba orang Mekah di daerah Qararit.”
Ahmad yang kelak menjadi Nabi Muhammad S.A.W. lahir bukan dari kalangan orang yang kaya. Belum lagi ia dilahirkan sebagai seorang yatim, yaitu telah kehilangan Ayah sebelum dilahirkan. Ibundanya, Aminah, sejak kecil menjadi tempat bernaung. Sejak usia kanak-kanak, tanpa kedua orang tua yang mengasuhnya, Nabi Muhammad tidak hidup dalam kemewahan. Meskipun demikian, Muhammad terkenal dengan kemuliaan rohaninya, keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di masyarakat sebagai orang jujur (al-Amin).
Ketika tumbuh dewasa, Ia menjadi salah seorang kafilah dagang Khodijah yang terpercaya. Khodijah adalah seorang janda dan sekaligus seorang saudagar wanita kota Mekkah yang disegani karena kemuliaan akhlaknya. Kepada Nabi Muhammad S.A.W, Khodijah memberikan upah (gaji) dua kali lipat dibandingkan yang diberikannya kepada orang lain karena kesuksesan Muhamad sebagai pedagang yang jujur dan penuh amanah. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan Khodijah, setiap berdagang di luar daerahnya umumnya mendapatkan laba (untung). Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain.
Selama menjadi pedagang, Muhammad mengadakan perjalanan-perjalanan yang jauh. Banyak tempat yang ia kunjungi dan ia perhatikan dengan seksama keadaan daerahnya maupun masyarakatnya. Suatu saat, ketika kafilah dagang kembali ke kota Makkah. Dalam perjalanan, rombongan dagang Nabi melewati negeri Ad dan Tsamud. Keheningan daerah hancur karena bencana kematian itu mengundang perhatian Nabi Muhammad SAW. Kelak di kemudian hari, Allah SWT sendiri yang mengabarkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang peristiwa apa yang terjadi pada kaum Ad dan Tasmud itu.
Suatu saat, sewaktu mulai bekerja pada Khadijah, karena takjub dengan keahlian dagang Nabi Muhammad, Maisarah salah satu pembantu Khadijah berkata kepada Nabi supaya ketika memasuki kota Mekkah mendahului kafilah dagangnya dan terlebih dulu mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan keuntungan besar yang telah didapat.
Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan, dengan menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah yang menjadi akuntan Khadijah kemudian menceritakan tentang Kebesaran jiwa Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah kemudian menceritakan suatu kisah yang menarik.
Selama menjadi pedagang, Muhammad mengadakan perjalanan-perjalanan yang jauh. Banyak tempat yang ia kunjungi dan ia perhatikan dengan seksama keadaan daerahnya maupun masyarakatnya. Suatu saat, ketika kafilah dagang kembali ke kota Makkah. Dalam perjalanan, rombongan dagang Nabi melewati negeri Ad dan Tsamud. Keheningan daerah hancur karena bencana kematian itu mengundang perhatian Nabi Muhammad SAW. Kelak di kemudian hari, Allah SWT sendiri yang mengabarkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang peristiwa apa yang terjadi pada kaum Ad dan Tasmud itu.
Suatu saat, sewaktu mulai bekerja pada Khadijah, karena takjub dengan keahlian dagang Nabi Muhammad, Maisarah salah satu pembantu Khadijah berkata kepada Nabi supaya ketika memasuki kota Mekkah mendahului kafilah dagangnya dan terlebih dulu mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan keuntungan besar yang telah didapat.
Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan, dengan menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah yang menjadi akuntan Khadijah kemudian menceritakan tentang Kebesaran jiwa Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah kemudian menceritakan suatu kisah yang menarik.
Katanya, sewaktu di Busra, Al-Amin duduk di bawah pohon untuk istirahat. Ketika itu, seorang pendeta yang sedang duduk di biaranya kebetulan melihatnya. Ia datang seraya menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata, Orang yang duduk di bawah naungan pohon itu adalah nabi, yang tentangnya telah saya baca banyak kabar gembira di dalam Taurat dan Injil. Kemudian Khodijah menceritakan apa yang didengarnya dari Maisarah kepada pamannya yaitu Waraqah bin Naufal, si hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, Orang yang memiliki sifat-sifat itu adalah nabi berbangsa Arab.
Bab II. Pernikahan & Benih-benih Kemuliaan
Kebanyakan sejarawan percaya bahwa yang menyampaikan lamaran Khadijah kepada Nabi ialah Nafsiah binti Aliyah sebagai berikut:
“Wahai Muhammad! Katakan terus terang, apa sesungguhnya yang menjadi penghalang bagimu untuk memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa! Apakah anda akan menyambut dengan senang hati jika saya mengundang Anda kepada kecantikan, kekayaan, keanggunan, dan kehormatan ?”
Nabi menjawab, “Apa maksud Anda?”
Ia lalu menyebut Khodijah. Nabi lalu berkata, “Apakah Khodijah siap untuk itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh berbeda?”
“Wahai Muhammad! Katakan terus terang, apa sesungguhnya yang menjadi penghalang bagimu untuk memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa! Apakah anda akan menyambut dengan senang hati jika saya mengundang Anda kepada kecantikan, kekayaan, keanggunan, dan kehormatan ?”
Nabi menjawab, “Apa maksud Anda?”
Ia lalu menyebut Khodijah. Nabi lalu berkata, “Apakah Khodijah siap untuk itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh berbeda?”
Nafsiah berujar, “Saya mendapat kepercayaan dari dia, dan akan membuat dia setuju. Anda perlu menetapkan tanggal perkawinan agar walinya (Amar bin Asad) dapat mendampingi Anda beserta handai tolan Anda, dan upacara perkawinan dan perayaan dapat diselenggarakan”.
Kemudian Muhammad membicarakan hal ini kepada pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta yang agung pun diselenggarakan. Sang paman yang mulia ini menyampaikan pidato, mengaitkannya dengan puji syukur kepada Tuhan. Waraqah, paman Khodijah, tampil dan mengatakan sambutannya. Upacara pun dilaksanakan. Mahar ditetapkan empat puluh dinar ada yang mengatakan dua puluh ekor unta.
Nabi Muhammad sekarang mulai dewasa, ia mempunyai seorang istri yang begitu lengkap kemuliaannya. Dari perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua putra, Qasim, dan Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib, dan At-Thahir. Tiga orang putrinya masing-masing Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Kedua anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Rosul. Nabi Muhammad SAW hanya beristri Khodijah sampai meninggalnya Khodijah.
Ketika umur Nabi mulai menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke Kabah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan. Mekkah kebanjiran. Dinding Kabah mengalami kerusakan. Orang Quraisy memutuskan untuk membangun kembali Kabah tapi takut membongkarnya.
Walid bin Mughirah, orang pertama yang mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar tempat suci tersebut. Ia merasa takut dan gugup. Orang Mekah menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika ternyata Walid tidak menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin bahwa tindakannya telah mendapatkan persetujuan Dewa.
Mereka semua lalu ikut bergabung meruntuhkan bangunan itu. Pada saat pembangunan kembali Kabah, diberitahukan pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam pembangunan kembali Kabah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan yang diperoleh secara halal. Uang yang diperoleh lewat cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak boleh dibelanjakan untuk tujuan ini.”
Terlihat bahwa ini adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui tentang kekayaan yang diperoleh secara tidak halal, tetapi kenapa mereka masih melakukan hal demikian? Inipun terjadi di zaman ini, di Indonesia, rakyat ataupun pemerintahnya mengetahui tentang halal dan haramnya suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah dan benar, tapi mereka masih saja melakukan perbuatan itu walaupun tahu itu adalah salah.
Nabi Muhammad SAW kemudian ditunjuk sebagai pengawas pembangunan kembali Kabah. Dari pengalamannya sebagai proyek manajer pembangunan Kabah itu iapun banyak belajar tentang tatacara membangun dari ahli bangunan Yunani yang aslinya berasal dari Mesir. Ketika renovasi dinding Kabah telah dibangun dalam batas ketinggian tertentu, tiba saatnya untuk pemasangan Hajar Aswad pada tempatnya. Namun, masalah mulai muncul karena perselisihan di kalangan pemimpin suku. Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri.
Kemudian Muhammad membicarakan hal ini kepada pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta yang agung pun diselenggarakan. Sang paman yang mulia ini menyampaikan pidato, mengaitkannya dengan puji syukur kepada Tuhan. Waraqah, paman Khodijah, tampil dan mengatakan sambutannya. Upacara pun dilaksanakan. Mahar ditetapkan empat puluh dinar ada yang mengatakan dua puluh ekor unta.
Nabi Muhammad sekarang mulai dewasa, ia mempunyai seorang istri yang begitu lengkap kemuliaannya. Dari perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua putra, Qasim, dan Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib, dan At-Thahir. Tiga orang putrinya masing-masing Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Kedua anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Rosul. Nabi Muhammad SAW hanya beristri Khodijah sampai meninggalnya Khodijah.
Ketika umur Nabi mulai menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke Kabah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan. Mekkah kebanjiran. Dinding Kabah mengalami kerusakan. Orang Quraisy memutuskan untuk membangun kembali Kabah tapi takut membongkarnya.
Walid bin Mughirah, orang pertama yang mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar tempat suci tersebut. Ia merasa takut dan gugup. Orang Mekah menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika ternyata Walid tidak menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin bahwa tindakannya telah mendapatkan persetujuan Dewa.
Mereka semua lalu ikut bergabung meruntuhkan bangunan itu. Pada saat pembangunan kembali Kabah, diberitahukan pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam pembangunan kembali Kabah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan yang diperoleh secara halal. Uang yang diperoleh lewat cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak boleh dibelanjakan untuk tujuan ini.”
Terlihat bahwa ini adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui tentang kekayaan yang diperoleh secara tidak halal, tetapi kenapa mereka masih melakukan hal demikian? Inipun terjadi di zaman ini, di Indonesia, rakyat ataupun pemerintahnya mengetahui tentang halal dan haramnya suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah dan benar, tapi mereka masih saja melakukan perbuatan itu walaupun tahu itu adalah salah.
Nabi Muhammad SAW kemudian ditunjuk sebagai pengawas pembangunan kembali Kabah. Dari pengalamannya sebagai proyek manajer pembangunan Kabah itu iapun banyak belajar tentang tatacara membangun dari ahli bangunan Yunani yang aslinya berasal dari Mesir. Ketika renovasi dinding Kabah telah dibangun dalam batas ketinggian tertentu, tiba saatnya untuk pemasangan Hajar Aswad pada tempatnya. Namun, masalah mulai muncul karena perselisihan di kalangan pemimpin suku. Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri.
Karena hal ini, maka pekerjaan konstruksi tertunda lima hari. Ketika masalah mencapai tahap kritis, akhirnya seorang tua yang disegani di antara Quraisy, Abu Umayyah bin Mughirah Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin Quraisy seraya berkata,
“Terimalah sebagai wasit orang pertama yang masuk melalui Pintu Shafa.(buku lain mencatat Bab as-salam).”
Semua menyetujui gagasan ini. Tiba-tiba Muhammad muncul dari pintu. Serempak mereka berseru, “Itu Muhammad, al-Amin. Kita setuju ia menjadi hakim sengketa ini!”
Untuk menyelesaikan pertikaian itu, Nabi meminta mereka menyediakan selembar kain. Beliau meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri, kemudian meminta tiap orang dari empat sesepuh Mekah memegang setiap sudut kain itu. Dengan cara itu maka batu Hajar Aswad pun diangkat bersamaan diatas selembar kain segi empat. Gotong royong ini menjadi hikmah tersendiri bagi Muhammad yang kelak mempersatukan suku-suku Arab. Ketika Hajar Aswad sudah diangkat ke dekat pilar, Nabi meletakkannya pada tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini, beliau berhasil mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir pecah menjadi peristiwa berdarah hanya gara-gara egoisme kesukuan semata.
Sejak kelahirannya, Allah SWT telah menentukan tentang semua ini sebagai suatu pelajaran agung bagi manusia yang dipilihNya menjadi Nabi dan Rosul Terakhir. Tanda-tanda Ahmad yang kelak menjadi Muhammad menjadi seorang Nabi besar telah banyak tampak pada diri Muhammad, dari batinnya yang mulia sampai pada bentuk perbuatan lahirnya yang indah. Kesabaran yang diabadikan di dalam Kitab suci menjadi bukti yang tak terbantahkan (simak QS 103), bahwa ia adalah manusia sempurna (al-Insan al-Kamil), dalam wujud lahiriah (penampakan), maupun batinnya. Tidak ada cela apalagi kesalahan besar selama hidupnya. Allah SWT benar-benar telah menciptakan sejak awal bahwa kelak Muhammad akan menjadi makhluk ciptaan-Nya yang penuh kemuliaan.
Kejujuran dan kebersihan hati Nabi Muhammad SAW menyebabkan dirinya disebut Al-Amin oleh masyarakat Mekah. Ia menjadi sosok panutan masyarakat, sebagai manusia mulia, sebagai manifestasi wujud kejujuran mutlak. Sebelum diutus menjadi Rosullullah, Muhammad selalu mengamati tanda-tanda kekuasaan Ilahi, kekuasaan Rabbul ‘Aalamin, Tuhan yang menciptakan, memelihara, dan mendidik semua makhluk-Nya, baik di alam, di lingkungan sekitarnya, diantara manusia, didalam keluarganya, didalam dirinya sendiri, dan mengkajinya secara mendalam. Terutama mengamati keindahan, kekuasaan, dan ciptaan Allah dalam segala wujud. Beliau selalu melakukan telaah mendalam terhadap langit, bumi dan semua isinya. Beliau selalu mengamati masyarakatnya yang rusak dan hancur, baik rusak perbuatan lahirnya maupun rusak hatinya karena suka berbohong, iri, dengki, memfitnah dan ketercelaan akhlak lainnya. Beliau memang sudah sejak awal mempunyai tugas untuk menghancurkan segala bentuk pemberhalaan. Apalah kiranya yang membuat masyarakatnya seperti ini, ia mengembalikan semua ini kepada Tuhan, yang menurutnya tak mungkin sama dengan manusia (Laisya Kamitslihi Syaiun).
Untuk merenungkan semua itu, Muhammad mempunyai tempat istimewa sendiri yaitu di Gunung Hira. Gunung itu puncaknya dapat dicapai kurang lebih setengah jam. Di gua gunung Hira atau sering disebut Gua Hira ini adalah saksi atas peristiwa menyangkut Nabi Muhammad SAW sejak awal masa dewasa Nabi. Gua Hira menjadi saksi bisu tentang wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Gua Hira seolah-olah ingin berkata,
“Disinilah dulu anak Hasyim (Nabi Muhammad SAW sering disebut sebagai anak Bani Hasyim) itu tinggal, yang selalu kalian sebut-sebut, disinilah ia diangkat menjadi Rosul, disinilah Al-Furqon (nama lain Al Qur’an) pertama kali dibacakan, wahai manusia, bukankah aku telah mengatakannya, kalianlah (manusia) yang tak mau menengarkannya, kalian menutup telinga kalian rapat-rapat, dan menertawakanku, sedangkan sebagian dari kalian hanya menjadikan aku sebagai museum sejarah dan saksi bisu semata.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar