Ratu Ali

Ratu Ali adalah tokoh legendaris dalam masyarakat Tanggamus, di Provinsi Lampung. Ia dikenal sebagai ulama yang pandai, berilmu, dan berwibawa. Dengan kepandaiannya, ia melindungi penduduk Tanggamus dari berbagai ancaman bahaya. Hingga kini, namanya tetap dikenang oleh masyarakat setempat sebagai seorang yang suka menolong sesama. Bagaimana sepak terjang Ratu Ali dalam melindungi penduduk Tanggamus dari berbagai acaman bahaya tersebut? Berikut kisah ulama legendaris yang sakti tersebut.

* * *

Pada zaman dahulu, di sekitar Teluk Lampung terdapat sebuah pantai yang indah dan subur. Pemandangan di sekeliling pantai merupakan perpaduan antara alam laut yang indah, perbukitan yang anggun, serta daratan landai yang subur. Gelombang lau di pantai tidak terlalu besar dan warna airnya biru jernih. Ikan-ikan pesisir banyak terlihat berkejar-kejaran di sekitar bibir pantai. Di daerah pantai, banyak terdapat tanaman pakis dan paku yang tumbuh secara alami. Tidak heran jikan pantai tersebut dinamakan Pantai Paku.

Agak jauh dari Pantai Paku, terdapat sebuah perkampungan bernama Kelumbayun. Penduduknya hidup dengan bertani, berladang, dan mencari hasil-hasil hutan. Suatu hari, seorang penduduk Kelembayun sampai di Pantai Paku ketika ia sedang mencari kayu bakar. Betapa takjubnya warga Kelumbayun itu saat menyaksikan keindahan pemandangan di sekelilingnya serta kesuburan tanah daerah itu. Wilayah pantai itu tampak begitu alami dan belum terjamah oleh tangan manusia.

Usai menyaksikan dan mengamati keadaan alam di sekitar Pantai Paku, warga itu bergegas kembali ke perkampungan. Kepada seluruh warga Kelembayun, warga itu menceritakan perihal keadaan Pantai Paku yang telah disaksikannya. Mendengar cerita tersebut, para warga Kelembayun berbondong-bondong menuju ke Pantai Paku. Setelah melihat keindahan dan kesuburan pantai itu, akhirnya banyak penduduk Kelembayun yang memutuskan untuk pindah dan menetap di Pantai Paku. Di pantai itu, mereka mendirikan sebuah perkampungan dan membuka lahan pertanian dan perkebunan di sekitar pantai. Mereka menanam damar, cengkih, kopi, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga mencari hasil-hasil laut seperti ikan lokan, kerang bahekang, dan rumput laut.

 
Selang beberapa waktu kemudian, datang pula seorang ulama dari daerah Jewalang Teluk Bentung. ingin menetap di Pantai Paku. Ulama itu bernama Ali. Ia adalah ulama yang alim, pandai, dan suka menolong sesama. Kedatangannya ke Pantai Paku untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada penduduk setempat. Setiap hari ia mengajari anak-anak maupun orang dewasa mengaji. Karena kealimannya, penduduk setempat memanggilnya Ratu Ali. Selain mengajar mengaji, sehari-hari Ratu Ali juga bertani, berkebun, dan mencari ikan di pantai.

Pada suatu malam, Ratu Ali bermimpi didatangi oleh seorang kakek yang berjenggot lebat. Dalam mimpi tersebut, kakek itu berpesan kepadanya.

“Wahai, Ratu Ali! Jika engkau ingin menyelamatkan kampung ini dari ancaman bahaya, pergilah bertapa ke Pulau Teluk Paku selama empat puluh hari empat puluh malam. Tapi, ingat! Kamu harus melalui berbagai macam ujian dalam pertapaanmu. Jika engkau lulus ujian, maka Allah SWT akan memberimu kekuatan yang sangat dahsyat,” ujar kakek itu.

Ketika Ratu Ali akan menanyakan tentang ancaman bahaya yang akan menimpa kampungnya, kakek itu tiba-tiba menghilang. Begitu terbangun, Ratu Ali merasa bahwa mimpi bertemu dengan kakek itu seolah-olah nyata. Ia mendengar dengan sangat jelas semua pesan-pesan yang disampaikan kakek itu. Ia pun sangat yakin dan percaya terhadap pesan-pesan tersebut.

Pada hari Jumat, seusai sembahyang Jumat, Ratu Ali berangkat ke Pulau Teluk Paku dengan menyeberangi pantai. Di pulau itu, ulama yang berjiwa penolong itu memulai pertapaannya di atas sebuah batu besar di dalam sebuah gua. Di dinding-dinding batu di sekitarnya tampak ribuan kelelawar sedang bergelantungan. Suasana di dalam gua itu tampak sepi. Kawanan kelelawar tersebut terlihat tenang dan tidak merasa terusik oleh kedatangan Ratu Ali. Hanya suara gemercik air yang terdengar memecah kesunyian di dalam gua tersebut.

Pada hari pertama, kedua, ketiga hingga hari kesepuluh, Ratu Ali masih tampak tenang dan khusyuk dalam pertapaannya. Ulama itu merasakan kekuatan di dalam tubuhnya berangnsur-angsur bertambah. Ia pun semakin khusyuk bertanpa hingga kekuataannya hampir mendekati sempurna. Namun, begitu memasuki hari ketiga puluh delapan, gangguan pun mulai datang. Raja Setan datang ke Pulau Teluk Paku dengan sebuah kapal besar untuk menggoda dan mengganggu pertapaannya. Dengan kesaktiannya, Ali segera mengubah kapal Raja Setan tersebut menjadi batu dengan hanya mengucapkan kata-kata tanpa harus meninggalkan tempat pertapaannya.

“Hai, kapal! Berubalah menjadi batu besar!”

Seketika, kapal itu menjelma menjadi batu besar. Raja Setan pun langsung lari tunggang-langgang karena ketakutan. Konon, batu itu diberi nama Batu Kapal karena bentuknya menyerupai kapal. Sementara itu, Raja Setan itu mendendam kepada Ratu Ali. Pelampiasan dendamnya dicurahkan kepada setiap warga yang melewati perairan Pulau Teluk Paku. Setiap ada perahu yang lewat akan diganggunya. Akan tetapi, Raja Setan itu tidak berani mengganggu jika warga tersebut menyebut nama Ratu Ali.

Memasuki hari keempat puluh sembilan pertapaannya, Ratu Ali semakin hampir mencapai kesempurnaan kekuatannya. Namun demikian, godaan yang datang kepadanya pun semakin berat. Pada hari itu, angin bertiup kencang dan gelombang laut menderu-deru seakan-akan hendak menutupi Pulau Teluk Paku. Ratu Ali tetap khusyuk dalam pertapaannya. Ia tidak perduli lagi dengan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba kakek yang berjenggot lebat itu datang mendengkatinya.

“Wahai, Ratu Ali! Bukalah mulutmu!” seru kakek itu.

Begitu Ratu Ali membuka mulut, kakek itu memasukkan tiga buah benda sebesar biji kopi ke dalam mulut Ratu Ali. Setelah itu, kakek itu menghilang entah ke mana. Selang beberapa waktu kemudian, tiupan angin semakin kencang sehingga banyak pepohonan yang tumbang di pulau itu. Penduduk Pantai Paku yang menyaksikan peristiwa itu dari Pantai Paku menjadi ketakutan. Ketika mengetahui Ratu Ali berada di pulau tersebut, mereka pun segera memohon pertolongan kepada Allah SWT agar menyelamatkan Ratu Ali dari bencana angin ribut tersebut.

Tak berapa kemudian, tiba-tiba para penduduk dikejutkan oleh sebuah benda yang diterbangkan angin di atas Pulau Teluk Paku. Benda itu berputar-putar di udara dan kemudian jatuh terhempas di Pantai Paku. Begitu mereka ingin melihatnya dari arah dekat, tiba-tiba benda itu kembali diterbangkan angin ke udara. Benda aneh itu berputar-putar di udara beberapa saat dan kemudian kembali terjatuh di Pantai Paku. Rupanya, benda itu adalah Ratu Ali yang telah memperoleh ilmu tinggi. Ratu Ali sendiri tidak sadar kalau dirinya diterbangkan angin.

Setelah itu, suasana kembali berangsur-angsur normal. Ratu Ali masih terlihat tergeletak tidak sadarkan diri. Tak berapa lama kemudian, hujan deras turun mengguyur seluruh tubuhnya sehingga ia kembali sadar. Tidak jauh dari tempat Ratu Ali tergeletak di pantai itu, tiba-tiba muncul sebuah sumur.

Bebarapa hari setelah kejadian itu, Ratu Ali kembali bermimpi didatangi oleh kakek itu. Kakek yang berjengkot panjang itu berpesan kepada Ratu Ali agar tempat tidurnya itu dijadikan sebagai tempat sembahyang. Sementara itu, sumur yang muncul di dekat tempat Ratu Ali terjatuh agar dijadikan sebagai tempat untuk mengambil air wudhu. Sumur itu kemudian dinamakan Sumur Ratu Ali. Sebelum pergi dari mimpi Ratu Ali, kakek itu berpesan kepada Ratu Ali.

“Wahai, Ratu Ali! Kini, ilmumu telah mencapai tingkat kesempurnaan. Kekuatanmu sama seperti kekuatan 10 ekor gajah, dan ucapanmu adalah senjata yang sakti. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya ilmu tersebut untuk menolong dan melindungi sesama,” ujar kakek itu seraya menghilang.

Begitu kakek itu pergi dari mimpinya, Ratu Ali pun terbangun. Dalam hatinya berkata bahwa ia berjanji akan menuruti semua nasehat kakek itu.

Kini, Ratu Ali adalah seorang ulama yang berilmu tinggi dan berwibawa. Meski demikian, ia tidak pernah merasa sombong dan angkuh. Sesuai dengan nasehat sang kakek, Ratu Ali akan menjadi penolong dan pelindung bagi masyarakat sekitarnya.

Pada suatu hari, kampung Pantai Paku kembali gempar karena didatangi dua ekor naga. Kedua binatang raksasa itu hendak mengganggu para penduduk yang sedang mencari ikan di pantai. Seorang penduduk segera melaporkan kejadian itu kepada Ratu Ali. Mendapat laporan tersebut, ulama yang sakti itu segera menuju ke pantai. Dengan ucapannya yang sakti, ia pun mengubah kedua naga itu menjadi batu.

Sejak peristiwa tersebut, tak satu makhluk pun yang berani datang mengganggu penduduk Pantai Paku. Sementara itu, Ratu Ali senantiasa menjadi pelindung bagi masyarakat sampai akhir hayatnya. Hingga kini, ia tetap dikenang oleh masyarakat setempat sebagai seorang ulama yang suka menolong sesama.

* * *

Demikian cerita Ratu Alit dari Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Cerita di atas merupakan cerita legenda yang menceritakan beberapa asal-asul nama tempat dan nama-nama benda yang ada di daerah tersebut, seperti nama Batu Kapal sebagai penjelmaan dari kapal Raja Setan, Batu Naga sebagai penjelmaan dari dua ekor naga, Sumur Ratu Ali sebagai penjelmaan tempat Ratu Ali terjatuh, dan beberapa asal-asul nama tempat lainnya.

Pelajaran yang dapat dipetik bahwa cerita di atas mengajarkan agar senantiasalah kita rendah hati meskipun kita memiliki ilmu yang tinggi dan mengamalkan ilmu tersebut untuk menolong dan melindungi masyarakat di sekitar kita, sebagaimana yang dilakukan oleh Ratu Ali. Berkat kebaikannya, Ratu Ali senantiasa dikenang oleh masyarakat di daerah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...